HUBUNGAN AGAMA DENGAN ILMU PENGETAHUAN
I.
PENDAHULUAN
Agama adalah sebuah media
untuk peribadahan yang menghadirkan keyakinan terhadap adanya kekuatan yang
absolut yang disebut dengan Tuhan, dan dalam realitas pengakuan
ketuhanannya diharuskan mengikuti tata
aturan yang telah ada di dalam agama tersebut. Jika manusia itu sendiri
mentaati tata aturan tersebut, maka diyakini ia akan mendatangkan ketentraman
hidup didunia juga akan bahagia di kehidupan sesudah kematian.
Disisi lain manusia
yang dalam kehidupannya dibekali dengan akal pikiran dan perasaan, akal yang
berpusat di otak, digunakan untuk berpikir, menganalisa, dan merespon dari apa
yang di alami panca indera. Dan perasaan yang berpusat di hati, digunakan untuk
merasa dan dalam tingkat yang paling tinggi ia melahirkan “kata hati”. Dalam
kenyataan keduanya sukar dipisahkan. Orang erasa dan sekaligus berpikir; hasil
rumusan pikiran dapat dirasakan dan diyakini kebenarannya. Hasil kerja pikiran
dapat memberi rasa kenikmatan. Perasaan kecewa dan sedih dapat mempengaruhi
kegiatan pikiran. Demikian terjalinnya pemakaian akal (pikiran) dan perasaan
ini, sehingga kadng-kadang kurang jelas mana yang berfungsi diantara keduanya,
apakah hati ataukah akal (pikiran).[1]
Ketentraman hati adalah
kebutuhan yang dikejar manusia, karenanya ia beragama, dan berpikir adalah
naluri kemanusiaan yang mutlak adanya. Maka disana timbulah sebuah jalinan yang
harmonis antara ketentraman jiwa dan ke-logis-an sebuah keyakinan. Sehingga timbul sebuah pemahaman
baru bahwa agama harus diyakini dan relevan dengan analisa akal atau ilmu
pengetahuan.
II.
PEMBAHASAN
A. Agama dan Fungsinya
Al-Dîn, diartikan dalam
bahasa kita agama, igama. Al-Dîn itu sendiri menurut artinya yang asli ialah
menyembah, menundukan diri, atau memuja. Tetapi agama itu telah umum dalam
bahasa kita.
Agama itu sendiri
menurut kata ahli bahasa terambil juga dari bahasa Arab, yaitu iqamah
artinya pendirian. Dan menurut kata setengah pula, diambil dari bahasa
Sansekerta yang artinya A; tidak, gama; kacau.[2]
Agama ialah buah atau
hasil kepercayaan dalam hati, yaitu ibadat yang terbit lantaran telah ada
i’tikad lebih dahulu, menurut dan patuh karena iman. Maka tidaklah timbul
ibadat kalau tidak ada tashdiq dan tidak terbit patuh (Khudhu’) kalau tidak
dari taat yang terbit lantaran telah ada tashdiq (membenarkan), atau iman.[3]
Sedangkan iman itu
ialah perkataan dan perbuatan (qaulun wa ‘amalun). Artinya perkataan
hati dan lidah dan perbuatan hati dan anggota.[4]
Sabda Nabi Muhammad
SAW. :
الإيمان
بضع وستون شبعة أعلاها قول لااله إلاالله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق (رواه
البخارى و مسلم )
“Iman itu
lebih dari enam puluh ranting, yang paling tinggi ialah kalimat Lâ ilâha illa
Allah, dan paling rendahnya ialah membuang duri dari tengah jalan”.
(H.R. Bukhori dan Muslim)
Karenanya
bertambah kuat iman, bertambah teguh agama, berambah tinggi keyakinan, maka
ibadat bertambah bersih. Kalau agama seseorang tidak kuat, tidak sungguh ia
mengenakan, tandanya imannya, I’tikadnya, dan keyakinannya belum kuat pula.
Raghib
Al-Ashfahani di dalam kitabnya
“Ghairibul Qur’an” sebagaimana yang dikutip Hamka, mengatakan : “Agama
itu diuntukan bagi taat dan pahala, dipakai juga untuk menamai syari’at, dan
dipakaikan pula untuk ketundukan dan kepatuhan menurutkan perintah syari’at”.[5]
Dan dalam dipenghujung
tujuan ritual ibadahnya dapat menimbulkan sebuah sifat “ihsan” yang
dalam bahasa Nabi Muhammad SAW. Disebutkan:
الإحسان هو ان
تعبد الله كأنك ترى ه فإن لم تكن ترى ه فإنه يرى ك
“Engkau
menyembah Allah, seolah-olah engkau melihat-Nya, namun jika tidak dapat
berprilaku itu, yakinlah bahwa Allah melihat engkau”
B. Ilmu Pengetahuan
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah
seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia
dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi
merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang
disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang
diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm” yang
berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya,
ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial
dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain sebagainya.[6]
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus
dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu
dapat disebut sebagai ilmu[4]. Sifat ilmiah
sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah
ada lebih dahulu.
1.
Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang
terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar
maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada
karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari
adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya
disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau
subjek penunjang penelitian.
2.
Metodis
adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya
penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus
terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari
kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti
metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3.
Sistematis.
Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus
terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara
sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4.
Universal.
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum
(tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya
universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial
menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan
ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk
mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks
dan tertentu pula.[7]
J. Arthur Thompson dalam bukunya” An Introducation to Science”
menuliskan bahwa ilmu adalah diskripsi total dan konsisten dari fakta-fakta
empiris yang dirumuskan secara bertanggung jawab dalam istilah- istilah yang
sederhana mungkin.[8]
C. Hubungan Agama dengan Ilmu Pengetahuan
Sayyida Ali karama
Allah wajhahu berkata :
الدين
عقل لا دين لمن لا عقل له
“Agama adalah akal, dan bukanlah agama
kalau tidak masuk akal (logis)”
Dari pernyataan diatas dipahami bahwa sebuah agama dengan berbagai aturan
dan pemberitaan didalamnya, baik yang bersifat syarai’at (tata aturan yang
harus dipatuhi), keilmuan maupun sejarah masa lampau, haruslah relevan dengan
segala disiplin keilmuan yang ada, yang apabila direlevan dengan satu ilmu atau
malah bertolak belakang, maka agama tersebut, diyakinkan bukanlah agama yang
harus diyakini.
Islam sebagai agama Samawi terakhir,
memprolamirkan diri melalui Rasulnya Muhammad SAW, dengan mengawali wahyu yang mengedepankan ilmu pengetahuan :
ù&tø%$#
ÉOó$$Î/ y7În/u
Ï%©!$#
t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{
z`»|¡SM}$#
ô`ÏB
@,n=tã ÇËÈ ù&tø%$#
y7/uur ãPtø.F{$#
ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/
ÇÍÈ zO¯=tæ
z`»|¡SM}$#
$tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
(1). bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan, (2). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.(3).
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,(4). yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam.(5). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al-Alâq [96]: 1-5)[9]
Islam yang dengan Al-Qur’annya, menjamin
validitas data yang termaktub didalamnya, yang diyakinkan tidak akan
bersinggungan sedikitpun dengan ilmu pengetahuan atau sains. Dan itu merupakan
salah satu kemukjizatan Al-Qur’an yang tak terbantahkan.
Seorang guru besar ilmu perbandingan agama di Colorado University, yang
dikenal seorang pengkhotbah kondang. Di negerinya, Colorado, Amerika Serikat,
dengan tegas menyatakan bahwa satu-satunya kitab suci yang paling dapat
bertahan dari berbagai kritik dan penemuan ilmiyah ialah Al-Qur’an. Pernyataan
jujur guru besar ini sangat mengejutkan banyak orang, terutama yang berada
dinegerinya.[10]
Cendekiawan Inggris,
Marmaduke Pickthall dalam The Meaning of Glorius Qur’an, menulis, Al-Qur’an mempunyai simfoni
yang tidak ada taranya dimana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia
untuk menangis dan bersuka cita.[11]
Muhammad Husain Al-Thabathaba’iy, seorang ulama
besar syi’ah kontemporer, menyatakan bahwa sejarah Al-Qur’an demikian jelas dan
terbuka, sejak turunnya sampai kini. Ia dibaca oleh kaum Muslim sejak dahulu
sampai sekarang, sehingga pada hakekatnya Al-Qur’an tidak membutuhkan sejarah untuk membuktikan
keotentikannya. Kitab suci tersebut memperkenalkan dirinya sebagai
firman-firman Allah dan membuktikan hal tersebut dengan menantang siapa pun
untuk menyusun seperti keadaannya. Ini sudah bukti, walaupun tanpa bukti-bukti
kesejarahan.[12]
D. Kemukjizatan Ilmiyah Dalam Al-Qur’an
Banyak sekali isyarat
ilmiyah yang ditemukan dalam Al-Qur’an, yang diantaranya:
a. Ihwal reproduksi manusia
Terdapat paling tidak
tiga ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang sperma (mani) yaitu :[13]
1. Surat Al-Qiyâmah[75]:36-39
Ü=|¡øtsr& ß`»|¡RM}$# br& x8uøIã ´ß ÇÌÏÈ óOs9r& à7t ZpxÿôÜçR `ÏiB %cÓÍ_¨B 4Óo_ôJã ÇÌÐÈ §NèO tb%x. Zps)n=tæ t,n=yÜsù 3§q|¡sù ÇÌÑÈ @yèpgmú çm÷ZÏB Èû÷üy_÷r¨9$# tx.©%!$# #Ós\RW{$#ur ÇÌÒÈ
“ Apakah manusia mengira, bahwa ia akan
dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?. Bukankah Dia dahulu setetes
mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim). Kemudian mani itu menjadi segumpal
darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan
daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan.”[14]
2. Surah An-Najm[53]:45-46
¼çm¯Rr&ur t,n=y{ Èû÷üy_÷r¨9$# tx.©%!$# 4Ós\RW{$#ur ÇÍÎÈ `ÏB >pxÿôÜR #sÎ) 4Óo_ôJè? ÇÍÏÈ
“Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan
berpasang-pasangan pria dan wanita. Dari air mani, apabila dipancarkan.”[15]
3. Surah AL-Wâqi’ah[56]: 58-59
Läê÷uätsùr& $¨B tbqãZôJè? ÇÎÑÈ óOçFRr&uä ÿ¼çmtRqà)è=ørB ÷Pr& ß`óstR tbqà)Î=»sø:$# ÇÎÒÈ
“Maka Terangkanlah kepadaku tentang nutfah
yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau kamikah yang
menciptakannya?”[16]
Ayat lain yang mengisyaratkan
peranan sperma dalam menentukan jenis kelamin anak adalah firman-Nya dalam
surah Al-Baqarah[2]: 223
öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏds%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=B 3 ÌÏe±o0ur úüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah
tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu
bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu,
dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya.
dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”[17]
Apabila petani menanam
tomat di ladangnya, jangan harapkan yang tumbuh adalah buah selain tomat,
karena ladang hanya menerima benih. Ini berarti yang menentukan jenis tanaman
yang berbuah adalah petani bukan ladangnya. Wanita atau istri oleh ayat
tersebut diibaratkan dengan ladang. Jika demikian, bukan wanita yang menentukan
jenis kelamin anak, tetapi yang menetukan adalah benih yang “ditanam” ayah
dalam rahim.[18]
Hasil pertemuan antara
sperma dan ovum dinamai oleh Al-Qur’an nuthfah amsyâj :
$¯RÎ) $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB >pxÿôÜR 8l$t±øBr& ÏmÎ=tGö6¯R çm»oYù=yèyfsù $JèÏJy #·ÅÁt/ ÇËÈ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan
perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat.”
(QS. Al-Insân[76]: 2)[19]
Menarik untuk diketahui
bahwa kata امشاج (amsyâj) berbentuk jamk, sedangkan
bentuk tunggalnya adalah مشج (masyaj).
Sementara itu نطفة (nuthfah) adalah bentuk tunggal, dan bentuk jamaknya
adalah نطف
(nuthaf). Sepintas terlihat bahwa redaksi nuthfah amsyâj tidak
lurus, karena ia berkedudukan sebagai adjektif/sifat dari nuthfah,
sedangkan bahasa Arab menyesuaikan sifat dengann yang disifatinya.
Pakar-pakar bahasa
menyatakan bahwa jika sifat dari satu hal yang bernetuk tunggal mengambil
bentuk jamak, itu mengisyaratkan bahwa sifat tersebut mencakup seluruh
bagian-bagian kecil dari yang disifatinya. Dalam hal nuthfah, maka sifat
amsyâj (bercampur) bukan sekedar bercampurnya dua hal sehingga menyatu
atau terlihat menyatu, tetapi bercampuran itu demikian mantap sehingga mencakup
seluruh bagian dari nuthfah tadi. Nuthfah
amsyâj itu sendiri adalah hasil bercampuran sperma dan
ovum, yang masing-masing memiliki 46 kromosom.[20]
Dan proses
selanjutnya nuthfah tersebut menjadi علقة (‘alaqah) :
¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4 x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sø:$# ÇÊÍÈ
“Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik.” QS. Al-Mu’minun[23]: 14)[21]
Pakar-pakar
embriologi menegaskan bahwa setelah terjadi pembuahan (amsyâj), maka nuthfah
tersebut berdempet di dinding rahim, dan inilah yang dimaksud oleh Al-Qur’an
dengan ‘alaqah.
Kata
‘alaqah dalam kamus-kamus bahasa mempunyai banyak arti, antara lain segumpal
darah, atau sejenis cacing yang terdapat di dalam air yang apabila diminum
dapat melengket ditenggorokan. Kata ‘alaqah akar katanya ‘aliqa
yang berarti “tergantung”/melengket. Al-Qur’an menggunakannya dalam konteks
uraiannya tentang reproduksi manusia untuk makna terakhir ini. Yaitu ketika nutfhah tersebut
melengket di dinding rahim.[22]
b.
Awan
dan proses terjadinya hujan
óOs9r& ts? ¨br& ©!$# ÓÅe÷ã $\/$ptx §NèO ß#Ïj9xsã ¼çmuZ÷t/ §NèO ¼ã&é#yèøgs $YB%x.â utIsù Xôtqø9$# ßlãøs ô`ÏB ¾Ï&Î#»n=Åz ãAÍit\ãur z`ÏB Ïä!$uK¡¡9$# `ÏB 5A$t7Å_ $pkÏù .`ÏB 7tt/ Ü=ÅÁãsù ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±o ¼çmèùÎóÇtur `tã `¨B âä!$t±o ( ß%s3t $uZy ¾ÏmÏ%öt/ Ü=ydõt Ì»|Áö/F{$$Î/ ÇÍÌÈ
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak
awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya
bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan
Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari
(gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, Maka ditimpakan-Nya
(butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya
dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu Hampir-hampir
menghilangkan penglihatan.” (QS. An-Nûr[24]: 43)[23]
Dari ayat diatas, bahwa
proses terjadinya hujan dimulai dari pembentukan awan tebal karena adanya
dorongan angin sedikit demi sedikit. Para ilmuwan menjelaskan bahwa awan tebal
bermula dari dorongan angin yang menggiring kawanan awan kecil menuju ke convergence
zone (daerah pusat pertemuan awan).pergerakan awan ini menyebabkan
bertambahnya jumlah uap air dalam perjalanannya terutma disekitar convergence
zone itu. Awan yang dimaksud disini adalah awan tebal, karena seperti
diketahui oleh ilmuwan masa kini bahwa awan bermacam-macam, Al-Qur’an juga
mengisyaratkan bahwa ada awan yang tidak membawa hujan :
$£Jn=sù çn÷rr&u $ZÊÍ%tæ @Î6ø)tGó¡B öNÍkÉJtÏ÷rr& (#qä9$s% #x»yd ÖÚÍ%tæ $tRãÏÜøÿE 4 ö@t/ uqèd $tB Läêù=yf÷ètGó$# ¾ÏmÎ/ ( ÓxÍ $pkÏù ë>#xtã ×LìÏ9r& ÇËÍÈ
“Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa
awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: "Inilah awan
yang akan menurunkan hujan kepada kami". (Bukan!) bahkan Itulah azab yang
kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang
pedih.” (QS. Al-Ahqâf[46]: 24)[24]
Kembali kepada ayat
An-Nûr tadi, ia juga menginformasikan bahwa angin berfungsi mengumpulkan
bagian-bagian awna tersebut. Dalam ayat lain dijelaskan :
$uZù=yör&ur yx»tÌh9$# yxÏ%ºuqs9 $uZø9tRr'sù z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB çnqßJä3»oYøs)ór'sù !$tBur óOçFRr& ¼çms9 tûüÏRÌ»s¿2 ÇËËÈ
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk
mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami
beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang
menyimpannya.” (QS. Al-Hijr[15]: 22)[25]
Kata mengumpulkan dalam
ayat An-Nûr itu sama maksudnya dan di tafsirkan caranya oleh kata لواقح
(mengawinkan) dalam ayat Al-Hijr ini. Itu berarti bahwa ada awan positif dan awan
negative yang digabung oleh angin
sehingga menurukan hujan, tanpa keberadaan keduanya hujan tidak akan turun. Dan
proses pengumpulan memakan waktu yang relative lama, yang dalam ayat tersebut
digambarkan dengan kata ثم
(tsumma)
yang artinya “kemudian”.
Para
ilmuwan pun menyatkan bahwa proses pengerakan awan tebal terkadang memakan
waktu beberapa jam.
Setelah
daya angkat pada awan melemah atau mulai hilang kekuatannya, terjadilah tindih
menindih atau dalam istilah ayat tersebut يجعله
ركاما (yaj’alahû rukkâman) dan saat itulah
karena lemahnya proses pengangkatan ke
tempat yang lebih tinggi atau hilangnya prose situ sama sekali, terbentuklah
kawasan-kawasan yang lemah pada awan sehingga ia tidak mampu lagi membawa atau menahan tindihan-tindihan tersebut. Dan ketika
itu, keluarlah hujan dari celah-celahnya tindihan-tindihan tersebut, atau
seperti bunyi ayat tadi
utIsù Xôtqø9$# ßlãøs ô`ÏB ¾Ï&Î#»n=Åz
c. Pemberitaan Gaib Al-Qur’an
Al-Qur’an
mengungkapkan sekian banyak ragam hal gaib. Al-Qur’an mengungkapkan kejadian masa
lampau yang tidak diketahui lagi manusia, karena masanya telah demikian lama,
dan mengungkap juga peristiwa masa yang akan datang atau masa kini yang belum
diketahui manusia.[27]
1.
Berita Gaib Masa Lampau
Al-Qur’an
mengisahkan sekian banyak peristiwa masa lampau. Harus diakui bahwa sebagian
dari kasiah-kisahnya tidak atau belum dapat dibuktikan kebenarannya hingga
kini, tetapi sebagian lainnya telah tebukti, antara lain melalui penelitian
arkeologi.
Kendati terdapat sekian
banyak kisahnya yang belum terbukti, tidkalah wajar menolak kisah-kisah lain
tersebut hanya dengan alasan bahwa kisah itu belum terbukti kebenarannya, juga
belum terbukti kekeliruannya.[28]
a.
Berita Kaum ‘Ad dan Tsamud serta Kehancuran Kota Iram
Al-Qur’an berbicara tentang kaum Tsamud
dan kaum ‘Ad yang kepada mereka diutus Nabi Shaleh dan nabi Hud. Namun mereka
mendurhakai dan membangkan kepada utusan Allah tersebut, yang akhirnya mereka
dihancurkan oleh Allah dengan bencana gempa dan angin ribut yang sangat dingin
lagi kencang. Kejadian ini dilukiskan oleh Allah melalui Surah Al-Hâqqah[69]:
4-7 :
ôMt/¤x. ßqßJrO 7%tæur ÏptãÍ$s)ø9$$Î/ ÇÍÈ $¨Br'sù ßqßJrO (#qà6Î=÷dé'sù ÏpuÏî$©Ü9$$Î/ ÇÎÈ $¨Br&ur ×$tã (#qà6Î=÷dé'sù 8xÌÎ/ A|Àö|¹ 7puÏ?%tæ ÇÏÈ $ydt¤y öNÍkön=tã yìö7y 5A$us9 spuÏY»yJrOur BQ$r& $YBqÝ¡ãm utIsù tPöqs)ø9$# $pkÏù 4Ótç÷|À öNåk¨Xr(x. ã$yfôãr& @@øwU 7ptÍr%s{ ÇÐÈ
“Kaum Tsamud dan 'Aad telah mendustakan
hari kiamat. Adapun kaum Tsamud, Maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian
yang luar biasa.. Adapun kaum 'Aad Maka mereka telah dibinasakan dengan angin
yang sangat dingin lagi Amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada
mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; Maka kamu Lihat kaum
'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma
yang telah kosong (lapuk).[29]
Dalam uraian lain Al-Qur’an menjelaskan
bahwa kaum ‘Ad memiliki kemampuan luar biasa sehingga mereka telah membangun
kota Iram dengan tiang-tiang yang tinggi dan yang belum pernah dibangun di
negeri lain sehebat dan seindah itu sebelumnya.[30]
öNs9r& ts? y#øx. @yèsù y7/u >$yèÎ/ ÇÏÈ tPuÎ) ÏN#s Ï$yJÏèø9$# ÇÐÈ ÓÉL©9$# öNs9 ÷,n=øä $ygè=÷WÏB Îû Ï»n=Î6ø9$# ÇÑÈ yqßJrOur tûïÏ%©!$# (#qç/%y` t÷¢Á9$# Ï#uqø9$$Î/ ÇÒÈ
“ Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana
Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Aad?.
(yaitu) penduduk Iram yang mempunyai Bangunan-bangunan yang tinggi. yang
belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain, dan kaum
Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah”. (QS. Al-Fajr [89]: 6-9)[31]
Pada tahun 1834
ditemukan didalam tanah yang berlokasi di Hisn Al-Ghurab dekat kota Aden Yaman
sebuah naskah bertuliskan aksara Arab lama (Hymarite) yang menunjukan nama Nabi
Hud. Dalam naskah itu antara lain tertulis, “Kami memerintah dengan menggunakan
hukum Hud.” Selanjutnya pada tahun 1964-1969 dilakukan penggalian arkeologis,
dan dari hasil analisis pada tahun 1980 ditemuan informasi dari salah satu
lempeng tentang adanya kota yang disebut “Shamutu, ‘Ad dan Iram”. Prof. Pettinato
mengidentifikasikan nama-nama tersebut pada surah Al-Fajr tadi.[32]
Dalam konteks ini,
wajar pula untuk dikutip pendapat Father Dahood yang mengatakan bahwa “antara
Ebla (2500 SM) dan Al-Qur’an (625 M) tidak ada referensi lain mengenai
kota-kota tersebut.
Bukti arkeologis lain
tentang kota Iram adalah hasil ekspedisi Nicholas Clapp di Gurun Arabia Selatan
pada tahun 1992. Kota Iram menurut riwayat-riwayat adalah kota yang dibangun
oleh Shadad bi Ud, sebuah kota yang sangat indah dan ketika itu bernama Ubhur.
Namun, tuhan mengutuk kota itu dengan longsoran padang pasir sehingga menelan
kota tersebut akibat kedurhakaan mereka.
Nicholas Clapp dan
rekan-rekannya meneliti tanah tersebut dan melakukan pencairan pada akhir tahun
1991. Pada Februari 1992, mereka menemukan
bangunan segi delapan dengan dinding-dinding dan menara-menara yang tinggi,
mencapai sekitar sembilan meter. Agaknya itulah sebagian yang di ceritakan oleh
Al-Qur’an bahwa “penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi”
(QS. Al-Fajr[89]: 7[33]
b. Berita Gaib pada Masa yang Datang
Kasus Al-Walid bin
Mughirah
wur ôìÏÜè? ¨@ä. 7$xym AûüÎg¨B ÇÊÉÈ :$£Jyd ¥ä!$¤±¨B 5OÏJoYÎ/ ÇÊÊÈ 8í$¨Z¨B Îöyù=Ïj9 >tG÷èãB AOÏOr& ÇÊËÈ ¤e@çGãã y÷èt/ y7Ï9ºs AOÏRy ÇÊÌÈ br& tb%x. #s 5A$tB tûüÏYt/ur ÇÊÍÈ #sÎ) 4n?÷Gè? Ïmøn=tã $uZçF»t#uä ^$s% çÏÜ»yr& úüÏ9¨rF{$# ÇÊÎÈ ¼çmßJÅ¡t^y n?tã ÏQqèÛöãø9$# ÇÊÏÈ
“ Dan janganlah kamu ikuti Setiap orang
yang banyak bersumpah lagi hina. Yang
banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah. Yang banyak menghalangi
perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa. Yang kaku kasar, selain
dari itu, yang terkenal kejahatannya. Karena Dia mempunyai (banyak) harta dan
anak. Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kam, ia berkata: "(Ini adalah)
dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala." Kelak akan Kami beri tanda Dia
di belalai(nya).”(QS. Al-Qalam[68]: 10-16)[34]
Ayat ini turun
berkaitan dengan ulah seorang musyrik yang bernama Al-Walid bin Mughirah,
memiliki sifat seperti disebutkan tadi.
Ada dua pemberitaan
gaib pada rangkaian ayat-ayat tadi. Pertama, gaib masa lampau yang diisyaratkan
dengan ayat ke-13. Penjelasannya sebagai berikut :
Kata زنيم
zanîm
oleh sekian banyak pakar tafsir diartikan sebagai seseorang yang diakui oleh
orangtuanya sebagai anak, setelah sebelumnya tidak diketahui, atau seseorang
yang tidak dikenal siapa ayahnya, sehingga ada orang lain yang mengakui anak.[35]
Dalam buku tafsir
Al-Futûhât AL-Ilâhiyyah atau lebih dikenal dengan Hâsyiyah Al-Jamal,
pengarangnya Sulaiman bin Umar Al-Jamal, berkomentar ayat tersebut sebagai
berikut :
Al-Walid Ibnu (putra) Al-Mughirah
diangkat oleh “ayah”nya dan dinisbahkan kepada Al-Mughirah, setelah selama
delapan belas tahun tidak dikenal siapa ayahnya. Ketika ayat tersebut turun, Al-Walid berkata kepada ibunya,
“Sesungguhnya Muhammad (melalui AL-Qur’an) menyifati saya dengan sembilan
sifat, dan semuanya saya mengerti, kecuali satu (yaitu zanîm). Jelaskan
kepadaku, kalau tidak kupenggal lehermu.” Maka ibunya menjawab, “Sesungguhnya
ayahmu impoten, aku khawatir kehilangan harta, maka aku berhubungan (seks)
dengan pengembala, dan engkau adalah anak si pengembala itu.”
Seperti
terbaca pada ayat ke-16, Al-Walid akan diberi tanda pada hidungnya. Dan pada
perang Badar yang terjadi pada tahun kedua Hijrah, Al-Walid mengalami luka pada
hidungnya, sehingga berbekas sepanjang hayatnya.[36]
Demikian
berita yang belum terjadi, diinformasikan oleh Al-Qur’an dan terbukti
kebenarannya, jauh setelah informasi itu disampaikan.
III.
KESIMPULAN
1. Manusia dalam kehidupannya tidak akan
lepas dari sebuah keyakinan yang disebut agama.
2. Adalah merupakan naluri kemanusiaan,
apabila seseorang menganalisa dengan batasan ilmunya, manakala ia menemukan
sesuatu yang belum jelas.
3. Agama merupakan keyakinan yang juga
harus diterima oleh akal pikiran.
4. Relevansi agama dengan ilmu pengetahuan
menjadikan keyakinan semakin kuat.
5. Agama Islam adalah satu-satunya agama
yang ajarannya sesuai dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
[1] Dr. Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi
Aksara, 1992) Cet. Ke-2 hlm. 4
[2] Hamka, Tasauf Moderen, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1998) Cet. Ke-3
Hlm. 75
[3] Ibid
[4] Ibid, hlm. 59
[7] ibid
[8] yudhim.blogspot.com › Sejarah Dunia,
diambil tgl 11-02-2011
[9] Departemen Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang:
Tanjung Mas Inti. 1992) cet. Ke-1 hlm.1079
[10] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Tafsir Hikmah Seputar Ibadah, Muamalah, Jin, dan Manusia, (Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2000) cet. Ke-2 hlm.23
[13]M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,
Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib, (Jakarta : Mizan Pustaka. 2007) cet. Ke-2
hlm. 171
[14] Departemen Republik, Al Qur’an, hlm.1000
[15] Ibid, hlm.875
[16] Ibid, hlm.895
[17]Ibid, hlm.54
[18] M. Quraish, Mukjizat,hlm.173
[19] Op cit, hlm.1003
[21] Departemen Republik, Al Qur’an, hlm.527
[23] Op cit, hlm.551
[24] Ibid, hlm.826
[25] Ibid, hlm.392
[29] Departemen Republik, Al Qur’an, hlm.967
[30] Op cit, hlm.201
[31] Op cit, hlm.1057
[32] Op cit, hlm.203
[33] ibid
[34] Departemen Republik , Al Qur’an, hlm.961
Komentar
Posting Komentar